Kebebasan
Wanita
oleh Abdul Halim Abu Syuqqah
|
E. AISYAH UMMUL MUKMININ
"Dari Umar ibnul Ash
dikatakan bahwa dia bertanya kepada Nabi saw.: 'Siapa orang yang paling
engkau cintai?' Beliau menjawab: 'Aisyah.' Aku bertanya lagi: 'Dari kalangan
pria?' Beliau menjawab. 'Bapaknya.'" (HR Bukhari dan Muslim)243
Urwah bin
Zubair mengatakan bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata: "Aku tidak
menyadari kenyataan bahwa kedua orang tuaku telah memeluk agama Islam, dan
tiada hari yang mereka lewati kecuali Rasulullah datang ke rumah kamu baik
siang maupun malam hari. Kemudian ketika kaum muslimin mendapat cobaan, Abu
Bakar keluar untuk berhijrah dengan tujuan negeri Habasyah. Ketika dia sampai
di Barkal Ghimad (Yaman), dia bertemu dengan Ibnu Daghinah, pemimpin Kabilah
Qarah. Dia bertanya: 'Mau kemana kamu, wahai Abu Bakar?' Abu Bakar menjawab:
'Kaumku telah mengusirku, karena itu aku akan mengembara di muka bumi
sehingga aku bisa beribadah kepada Tuhanku.' Ibnu Daghinah berkata: 'Orang sepertimu
ini, wahai Abu Bakar, tidak mungkin keluar dan tidak mungkin dikeluarkan.
Sebab engkau suka memenuhi kebutuhan orang yang tidak punya, suka menyambung
tali persaudaraan, suka memikul beban orang lain, suka memuliakan tamu, dan
suka membantu para penegak kebenaran. Saya siap menjadi penanggunganmu.
Kembalilah dan beribadahlah kepada Tuhanmu di negerimu.' Akhirnya Abu Bakar
kembali, dan Ibnu Daghinah ikut berangkat bersama Abu Bakar. Kemudian Ibnu
Daghinah berkeliling menemui tokoh-tokoh Quraisy pada sore harinya. Ibnu
Daghinah berkata kepada mereka: 'Sesungguhnya orang yang seperti Abu Bakar
tidak boleh keluar dan tidak boleh dikeluarkan. Apakah kalian mengeluarkan
seseorang yang suka mencukupi kebutuhan orang yang tidak punya, suka menjalin
hubungan kekeluargaan, suka memikul beban orang lain, suka memuliakan tamu,
dan senantiasa membantu para pembela kebenaran?' Biasanya orang Quraisy tidak
pernah menyepelekan orang yang dilindungi oleh Ibnu Daghinah. Mendengar
kata-kata itu mereka berkata kepada Ibnu Daghinah: 'Suruhlah Abu Bakar
beribadah kepada Tuhannya di rumahnya saja. Silakan dia shalat dan membaca
apa yang dia inginkan. Tapi jangan sampai mengganggu kami dan jangan
melakukannya secara terang-terangan, sebab kami khawatir hal itu memperdaya
para istri dan anak-anak kami.' Pernyataan orang Quraisy itu disampaikan oleh
Ibnu Daghinah kepada Abu Bakar. Semenjak itu Abu Bakar beribadah kepada
Tuhannya di rumahnya, tidak memperlihatkan shalat dan tidak membaca apa-apa
kecuali di rumahnya. Kemudian terlintas dalam benak Abu Bakar untuk membangun
masjid di pekarangan rumahnya, lalu niatnya itu dia laksanakan. Di situlah
Abu Bakar shalat dan membaca Al-Qur'an. Maka berdatanganlah ke tempat itu
wanita-wanita kaum musyrik dan anak-anak mereka yang kagum melihat apa yang
dikerjakan oleh Abu Bakar. Abu Bakar adalah seorang yang mudah menangis. Dia
tidak kuasa membendung air matanya kalau sudah mulai membaca Al-Qur'an. Hal
tersebut membuat para pemuka Quraisy merasa khawatir. Lalu mereka mengirim
utusan untuk memanggil Ibnu Daghinah. Maka datanglah Ibnu Daghinah. Mereka
berkata: 'Kami telah memperbolehkan Abu Bakar untuk melakukan ibadah di
rumahnya dengan jaminan keamanan darimu. Tetapi dia telah melanggar syarat
yang kami tentukan. Dia telah membangun sebuah masjid di pekarangan rumahnya.
Dia memperlihatkan shalatnya dan membaca Al-Qur'an di situ. Kami khawatir
sekali perbuatannya itu akan memperdaya istri-istri dan anak-anak kami.
Karena itu cobalah engkau larang dia. Kalau dia bersedia melakukan ibadah di
rumahnya saja, maka lakukanlah. Tapi kalau dia keberatan dan tetap bersikeras
untuk melanjutkan perbuatannya itu, maka mintalah dia supaya mengembalikan
kepadamu jaminan keamanan yang telah kamu berikan kepadanya. Kami tidak mau
mengkhianati, di samping kami juga tidak bisa menerima perbuatan Abu Bakar
itu terus berlanjut.' Aisyah berkata bahwa kemudian Ibnu Daghinah pergi
menemui Abu Bakar, dan berkata: 'Kamu sudah tahu apa yang aku janjikan
padamu. Sekarang kamu pilih, apakah menerima syarat perjanjian kita atau kamu
mengembalikan jaminan perlindungan yang telah kuberikan padamu. Sebab aku
tidak ingin orang-orang Arab mendengar bahwa aku mengkhianati janji terhadap
seseorang yang telah aku buat perjanjian dengannya.' Abu Bakar berkata:
'Sekarang akan aku kembalikan jaminanmu dan aku ridha dengan jaminan keamanan
dari Allah SWT.' Ketika itu Nabi saw. masih berada di Mekah. Beliau berkata
kepada umat Islam: 'Telah diperlihatkan Allah kepadaku tempat hijrah kalian.
Satu tempat yang kaya kurma, terletak di antara dua daerah yang berbatu
hitam, maka hijrahlah orang-orang menuju Madinah. Demikian pula halnya
orang-orang yang sudah berhijrah ke Habsyah, umumnya mereka kembali ke
Madinah. Abu Bakar pun sudah bersiap-siap untuk hijrah ke Madinah.' Lalu
Rasulullah saw. berkata kepadanya: 'Sabarlah dulu Abu Bakar. Aku juga
berharap semoga Allah mengizinkanku (berhijrah).' Abu Bakar bertanya: 'Apakah
engkau juga berharap demikian (wahai Rasulullah)?' Rasulullah saw. menjawab:
'Ya.' Lalu Abu Bakar menahan dirinya demi Rasulullah saw., agar dia bisa
menemani beliau nantinya. Selanjutnya Abu Bakar menyiapkan dua ekor unta dan
memberi makan untanya dengan daun samur selama empat bulan.' Aisyah berkata
bahwa pada suatu hari, ketika sedang duduk-duduk di siang hari yang sangat
panas, tiba-tiba ada seseorang berkata kepada Abu Bakar: 'Ini Rasulullah saw.
datang dengan bertudung kepala. Sebelumnya beliau tidak pernah berkunjung
pada saat seperti ini, lalu Abu Bakar berkata: 'Ayah ibuku tebusannya. Demi
Allah, beliau tidak akan datang pada saat seperti ini kecuali untuk sesuatu
urusan yang sangat penting.' Aisyah berkata bahwa kemudian Rasulullah saw.
datang, kemudian minta izin dan Abu Bakar pun mengizinkannya masuk. Beliau
berkata kepada Abu Bakar: 'Suruhlah keluar orang-orang yang ada bersamamu!'
--Menurut riwayat Musa bin Uqbah, Aisyah berkata bahwa ketika itu tidak ada
orang yang bersama Abu Bakar kecuali aku sendiri dan Asma244-- Abu Bakar
menjawab: 'Demi bapakku, sebenarnya mereka adalah keluargamu, wahai
Rasulullah.' Nabi saw. berkata: 'Sesungguhnya Allah telah mengizinkan untuk
keluar (hijrah).' Abu Bakar berkata: 'Apakah aku boleh menemanimu, wahai
Rasulullah?' Rasulullah saw. berkata: 'Ya.' Abu Bakar berkata: 'Demi bapakku,
kalau begitu, ambillah salah satu dari kedua untukku ini.' Rasulullah saw.
berkata: '(Tetapi harus) dengan harga.'" Aisyah berkata: "Lalu kami
mempersiapkan kedua unta itu secepat mungkin. Kami buatkan bekal untuk mereka
berdua dalam kantong. Asma binti Abu Bakar memotong kain ikat pinggangnya
untuk dijadikan pengikat mulut kantong tersebut. Karena itulah Asma dijuluki
dengan dzatun nithaq (wanita berikat pinggang)." Selanjutnya Aisyah
berkata: "Kemudian Rasulullah saw. dan Abu Bakar berangkat menuju gua di
Bukit Tsur." (HR Bukhari)245
Dalam kitab Fathul Bari disebutkan: "Aisyah
adalah ash-Shiddiqah binti ash-Shiddiq (gadis jujur, putri seorang yang
jujur). Ibunya bernama Ummu Ruman. Aisyah lahir dalam era Islam, delapan
tahun sebelum peristiwa hijrah (atau sekitar waktu tersebut). Nabi saw. wafat
ketika Aisyah berusia delapan belas tahun. Sementara Aisyah wafat pada zaman
khalifah Mu'awiyah, yaitu tahun 58, atau tahun berikutnya."246
Aisyah berkata bahwa Rasulullah
saw. bersabda: "Aku melihat dirimu dalam mimpi --dua kali247 atau tiga malam.248 Malaikat datang kepadaku membawamu
dalam selembar kain sutera seraya berkata: 'Inilah istrimu.' Ketika kain yang
menutupi wajahmu itu aku singkapkan ternyata kamu. Lalu aku berkata: 'Kalau
itu memang datang dari sisi Allah, maka pasti akan terlaksana.'" (HR
Bukhari dan Muslim)249
Aisyah r.a. berkata: "Nabi
saw. menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke
Madinah. Kami tinggal di tempat Bani Harits bin Khazraj. Kemudian aku
terserang yenyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok.
Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan
beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya,
sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku. Dia menggandeng tanganku
hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku
berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air,
lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku
masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa
orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: 'Selamat, semoga kamu
mendapat berkah dan keberuntungan besar.' Lalu ibuku menyerahkanku kepada
mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang
membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah saw. Ibuku langsung
menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan
tahun.'" (HR Bukhari dan Muslim)250
Abu
Malikah berkata bahwa Aisyah tidak pernah mendengar sesuatu yang belum
dipahaminya, kecuali dia mengulanginya (menanyakannya kembali) sehingga dia
paham betul, dan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: "Barangsiapa yang
dihisab, maka dia akan diazab." Aisyah berkata: "Lalu aku bertanya:
'Bukankah Allah SWT berfirman: "Ia akan dihisab (diperhitungkan) dengan
perhitungan yang mudah?" Aisyah berkata bahwa Nabi saw. menjawab:
"Itu adalah kemudahan ketika diajukan ke timbangan (perhitungan). Tetapi
barangsiapa yang diteliti timbangannya dengan berkelit-kelit, maka dia akan
binasa." (HR Bukhari)251
Aisyah
r.a., istri Nabi saw., mengatakan bahwa dirinya bertanya kepada Nabi saw.:
"Apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang lebih berat daripada
hari Perang Uhud?" Nabi saw. menjawab: "Ya, yaitu apa yang aku
temukan dari kaummu. Dan yang paling berat aku temukan dari mereka adalah
pada hari Aqabah, yaitu ketika aku memperkenalkan diriku kepada Ibnu Abdi Ya
Lail bin Abdi Kulal. Dia tidak menyambutku seperti yang kuinginkan. Akhirnya
aku pergi dengan perasaan sedih sekali. Aku tidak sadar kemana arah yang
dituju. Ternyata aku sudah sampai di suatu daerah yang bernama Qarnu
ast-Tsa'alib (yang berjarak tempuh satu hari satu malam dari Mekah). Lalu aku
mengangkat kepalaku ke arah langit. Ternyata ada segumpal awan yang
menaungiku. Ketika aku perhatikan dengan cermat, ternyata dalam awan itu ada
Jibril yang memanggilku seraya berkata: 'Sesungguhnya Allah telah mendengar
ucapan kaummu dan jawaban mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat
penunggu gunung kepadamu untuk kamu perintahkan melakukan apa yang kamu
inginkan terhadap mereka.' Tidak lama kemudian malaikat penunggu gunung
memanggil-manggilku dan mengucapkan salam kepadaku, lalu berkata: 'Wahai
Muhammad, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau menginginkan supaya aku
menjepitkan kedua gunung itu terhadap mereka?' Nabi saw. menjawab: 'Jangan,
aku berharap mudah-mudahan Allah berkenan melahirkan dari tulang rusuk mereka
orang yang mau menyembah Allah, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apa pun."' (HR Bukhari dan Muslim)252
Aisyah
berkata: "Aku pernah bertanya kepada Nabi saw. mengenai dinding Ka'bah,
apakah itu termasuk Baitullah?" Beliau menjawab: "Ya." Aku
bertanya: "Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?"
Beliau menjawab: "Karena kaummu kekurangan dana." Aku bertanya:
"Mengapa pintunya agak tinggi?" Beliau menjawab: "Mereka
merancangnya seperti itu supaya mereka bisa memasukkan orang yang mereka
kehendaki dan mencegah orang yang tidak mereka kehendaki. Kalau tidaklah
karena pertimbangan bahwa kaummu baru saja meninggalkan masa jahiliah dan
tidak merasa khawatir jika mereka akan mengingkarinya, niscaya aku akan
memasukkan tembok itu ke dalam Baitullah dan akan aku letakkan temboknya di
bagian bawah saja." Menurut riwayat Muslim: "Jika sepeninggalku
nanti mereka mempunyai gagasan untuk memugarnya, maka kemarilah kamu untuk
memperlihatkan kepada mereka apa yang perlu dipugar." Selanjutnya Nabi
saw. memperlihatkan kepada Aisyah kurang lebih sekitar tujuh hasta. (HR
Bukhari dan Muslim)253
Masruq
berkata: "Aku sedang bersandar di rumah Aisyah, lalu dia berkata: 'Hai
Abu Aisyah (Masruq), ada tiga hal yang barangsiapa membicarakan salah satu
diantaranya, maka benar-benar besar kebohongannya atas Allah.' Aku bertanya:
'Apa yang tiga hal itu?' Aisyah berkata: '(Pertama) barangsiapa yang
menyangka bahwa Muhammad saw. melihat Tuhannya, maka benar-benar besar
kedustaannya atas Allah.' Aku yang semula bersandar lalu duduk seraya
berkata: 'Wahai Ummul Mukminin, tunggu dulu, jangan terburu-buru. Bukankah
Allah telah berfirman (Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat-Nya di ufuk yang
terang) dan (Sesungguhnya Muhammad telah melihat-Nya pada waktu yang lain)?'
Aisyah berkata: 'Aku adalah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal
tersebut kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: 'Itu adalah Jibril. Aku
tidak melihatnya dalam bentuk aslinya kecuali dua kali ini. Aku melihatnya
turun dari langit. Kebesaran bentuknya menutupi ruang antara langit dan
bumi.' Kemudian Aisyah berkata: 'Apakah kamu belum mendengar Allah berfirman:
(Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan: dan dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui).
Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Allah SWT berfirman: (Dan tidak
mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata dengannya kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di belakang tabir bisa mendengar suara-Nya tapi tidak
bisa melihat-Nya) atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizin Allah apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha
Tinggi lagi Maha Bijaksana).' Selanjutnya Aisyah berkata: '(Kedua)
barangsiapa beranggapan bahwa Rasulullah saw. menyembunyikan sesuatu dari
Kitab Allah, maka benar-benar besar kedustaannya atas Allah. Allah telah berfirman:
(Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu) berarti
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya), (ketiga) barangsiapa yang menyatakan
bahwa dia bisa menceritakan apa yang bakal terjadi besok, maka benar-benar
besar kedustaannya atas Allah. Allah telah berfirman: (Katakanlah: Tidak ada
seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara gaib, kecuali
Allah).'" (HR Bukhari dan Muslim)254
Aisyah
mengatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Barangsiapa yang suka
bertemu dengan Allah, maka Allah juga suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa
yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu
dengannya." Aku bertanya: "Wahai Nabiyallah, apakah maksudnya
membenci kematian? Setiap kita pasti senang pada kematian?" Beliau
menjawab: "Bukan begitu, akan tetapi seorang mukmin, apabila diberi
kabar gembira dengan rahmat Allah, keridhaan, dan surga-Nya maka dia pasti
suka untuk bertemu dengan Allah, dan Allah pun suka bertemu dengannya. Dan
sesungguhnya orang kafir, apabila diberitahu dengan adanya siksa dan murka
Allah, maka tidak akan suka bertemu Allah, dan Allah pun juga tidak suka
bertemu dengannya." (HR Bukhari dan Muslim)255
Aisyah
berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: '(Pada hari kiamat)
manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum
berkhitan.' Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, apakah antara kaum laki-laki dan
kaum wanita saling melihat satu sama lainnya?' Beliau menjawab: '(Wahai
Aisyah), keadaan pada saat itu lebih penting daripada saling melihat antara
yang satu dengan yang lainnya.'" (HR Bukhari dan Muslim)256
Aisyah
berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai firman Allah:
(Yaitu pada hari bumi diganti dengan bumi lain dan demikian pula langit),
maka di manakah manusia berada ketika itu, ya Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Di atas shirath (titian)." (HR Muslim)257
Urwah
berkata. "Abdullah bin Amru lewat ke tempat kami ketika dia hendak
melaksanakan ibadah haji. Lalu aku mendengar dia berkata: 'Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan
mencabut ilmu setelah Allah memberikannya kepada kalian. Akan tetapi Allah
akan mencabut ilmu dari mereka dengan cara mencabut (nyawa) para ulama
berikut ilmu mereka. Yang tinggal adalah orang-orang bodoh yang jika diminta
fatwanya, mereka berfatwa berdasarkan pendapatnya, sehingga mereka
menyesatkan (orang lain) dan dirinya sendiri." Lalu aku menceritakan apa
yang disampaikan Abdullah itu kepada Aisyah, istri Nabi saw. Setelah itu
Abdullah bin Amru kembali melaksanakan ibadah haji.' Lalu Aisyah berkata:
'Wahai keponakanku, pergilah temui Abdullah. Buktikanlah kepadaku dari
Abdullah mengenai apa yang pernah kamu ceritakan kepadaku.' Lalu aku pergi
menemuinya untuk menanyakan masalah tersebut. Abdullah kembali bercerita
kepadaku seperti ceritanya yang terdahulu. Akhirnya aku kembali kepada Aisyah
untuk menyampaikan hal tersebut. Aisyah merasa kagum dan berkata: 'Demi Allah,
Abdullah bin Amru benar-benar hafal."' (HR Bukhari dan Muslim)258
Aisyah
berkata: "Ketika Rasulullah saw. wafat, istri-istri beliau mengutus
Utsman menemui Abu Bakar untuk menanyakan bagian warisan peninggalan mereka
dan Nabi saw. Lalu Aisyah berkata kepada mereka: 'Bukankah Rasulullah saw.
pernah bersabda: "Peninggalanku tidak dapat diwarisi, itu adalah
sedekah.'" (HR Bukhari dan Muslim)259
Urwah
mengatakan bahwa dirinya bertanya kepada Aisyah r.a., istri Nabi saw.:
"Bagaimana pendapatmu mengenai firman Allah: ... (tulisan Arab)?"
Aisyah berkata: "Yang benar mereka (para rasul) telah didustakan oleh
kaum mereka." Aku berkata: "Demi Allah, mereka (para rasul) memang
sudah meyakini bahwa kaum merekalah yang telah mendustakan mereka, dan bukan
sekadar dugaan." Aisyah berkata: "Wahai Urayyah (panggilan sayang
untuk Urwah), mereka memang meyakini hal yang demikian itu." Aku
berkata: "Atau barangkali huruf dzal-nya tanpa tasydid (kudzibu yang
berarti 'mereka merasa didustakan Tuhan mereka')?" Aisyah berkata:
"A'udzabillah, tidak mungkin para rasul mempunyai dugaan seperti itu
terhadap Tuhannya." Aku berkata: "Kalau ayat ini (dzal pakai
tasydid) apa maksudnya?" Aisyah berkata: "Mereka adalah
pengikut-pengikut para rasul yang telah beriman kepada Tuhan mereka,
membenarkan kerasulan mereka. Telah lama mereka menghadapi cobaan, namun
pertolongan Tuhan belum juga tiba, sehingga ketika para rasul sudah mulai
merasa putus asa terhadap orang-orang yang mendustakan mereka dari kaum
mereka sendiri dan mereka yakin bahwa para pengikut mereka telah mendustakan
mereka, maka pada saat itu turunlah pertolongan dari Allah." (HR
Bukhari)260
Urwah
berkata: "Aku pernah bertanya kepada Aisyah r.a.: 'Apakah kamu mempunyai
pendapat mengenai firman Allah: (Sesungguhnya ash-Shafa dan al-Marwah itu
termasuk syiar-syiar Allah, maka barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau
berumrah, tidak ada dosa atasnya mengerjakan sa'i antara keduanya)? Demi
Allah, tidak ada halangan bagi seseorang apabila dia tidak mengerjakan sa'i
antara Shafa dan Marwah!' Aisyah berkata: 'Alangkah jeleknya apa yang kamu
katakan itu, wahai anak saudara perempuanku! Sesungguhnya ayat ini kalau
seperti yang kamu takwilkan itu, niscaya tidak ada halangan bagi orang yang
tidak melakukan sa'i antara keduanya. Akan tetapi, ayat tersebut diturunkan
mengenai orang Anshar. Sebelum masuk Islam mereka membaca talbiyah untuk
Manat, berhala yang mereka sembah di Musyallal. Barangsiapa diantara mereka
yang telah membaca talbiyah, maka dia merasa berdosa untuk mengerjakan sa'i
antara Shafa dan Marwah. Ketika mereka telah masuk Islam mereka bertanya kepada
Rasulullah saw. mengenai hal itu: 'Wahai Rasulullah, sesunggulmya kami dahulu
merasa berdosa untuk mengerjakan sa'i antara Shafa dan Marwah?' Lalu Allah
SWT menurunkan ayat "(tulisan Arab)". Aisyah r.a. berkata:
'Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mensunnahkan melakukan sa'i antara
keduanya. Karena itu tidak seorang pun diperbolehkan meninggalkan sa'i antara
keduanya.'" (Az-Zuhri, seorang perawi hadits berkata): "Perbedaan
pendapat antara aku dan Aisyah ini aku sampaikan kepada Abu Bakar bin
Abdurrahman. Dia berkata: 'Sesungguhnya masalah ini benar-benar suatu
pengetahuan yang belum pernah aku dengar.'" (HR Bukhari dan Muslim)261
Syuraih
bin Hani, dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka bertemu
dengannya, dan barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah
juga tidak suka bertemu dengannya." Syuraih berkata: "Pada suatu
hari aku menemui Aisyah dan berkata: 'Wahai Ummul Mukminin, aku pernah
mendengar Abu Hurairah menuturkan sebuah hadits dari Rasulullah saw. yang
kalau demikian halnya maka celakalah kita semua.'" Aisyah bertanya:
"Sesungguhnya ada orang yang celaka karena sabda Rasulullah saw. Apa itu
maksudnya?" Aku jelaskan: "Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa
yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka bertemu dengannya, dan
barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah juga tidak suka
bertemu dengannya,' sedangkan tidak seorang pun dari kita ini yang suka
mati." Aisyah berkata: "Apa yang disabdakan Rasulullah saw. itu
bukan seperti pendapatmu itu. Maksudnya adalah apabila pandangan mata sudah
kabur, dada sudah terasa tersengal-sengal, kulit sudah terasa merinding, dan
jari-jemari sudah terasa kaku semua, maka pada saat itulah berlakunya hadits:
'Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka bertemu
dengannya, dan barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah
juga tidak suka bertemu dengannya.'" (HR Muslim)262
Amir bin
Sa'ad bin Abi Waqqash, dari ayahnya, mengatakan bahwa dia sedang duduk di
dekat Ibnu Umar. Tiba-tiba muncul Khabbab, pemilik rumah. Dia berkata:
"Hai Abdullah bin Umar, tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan
oleh Abu Hurairah? Dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa keluar
bersama jenazah dari rumahnya dan menyalatinya, kemudian mengiringinya sampai
dikuburkan, maka orang itu mendapat pahala dua qirath. Setiap qirath sama
dengan Gunung Uhud. Dan barangsiapa yang menyalatinya, kemudian kembali, maka
dia mendapatkan pahala sebesar Gunung Uhud.' Lalu Ibnu Umar mengirim Khabab
untuk menemui Aisyah guna menanyakan perkataan Abu Hurairah itu, dan
diharapkan kembali dengan membawa pernyataan dari Aisyah. Sementara menunggu
utusan kembali, Ibnu Umar mengambil segenggam kerikil masjid. Kerikil itu dia
main-mainkan dalam tangannya. Tidak lama kemudian utusan datang dan
memberitahukan: 'Aisyah berkata: "Abu Hurairah benar."' Ibnu Umar
membanting kerikil yang ada di tangannya seraya berkata: "Aku
benar-benar telah menyia-nyiakan banyak qirath." (HR Bukhari dan Muslim)263
Aisyah
r.a. berkata: "Pada zaman dahulu orang-orang Quraisy dan orang-orang
yang mengikuti agamanya sudah biasa wuquf di Muzdalifah. Mereka disebut
al-Hums. Padahal semua orang Arab ketika itu wuquf di Arafah. Ketika Islam
datang, Allah menyuruh Nabi-Nya menuju ke Arafah dan mengerjakan wuquf di
sana, lalu bertolak dari situ. Yang demikian itu sesuai dengan firman-Allah
SWT: 'Kemudian kalian bertolaklah dari tempat bertolaknya orang
banyak.'" (HR Bukhari dan Muslim)264
Yusuf bin
Malik berkata: "Sesungguhnya aku berada di samping Aisyah ketika datang
menemuinya seorang warga Irak yang kemudian: 'Pembungkus apa yang lebih
baik?'Aisyah berkata: 'Aduh kasihan, ada apa denganmu?' Warga Irak itu
berkata: 'Wahai Ummul Mukminin, perlihatkanlah kepadaku mushhafmu.'Aisyah
bertanya: 'Untuk apa?' Warga Irak itu menjawab: 'Barangkali saya bisa
menyusun Al-Qur'an, karena orang sering membacanya tidak tersusun.' Aisyah
berkata: 'Apa masalahnya denganmu? Ayat apa saja yang pernah kamu baca
sebelumnya? Sesungguhnya yang pertama sekali turun dari Al-Qur'an adalah
surat yang menjelaskan berita mengenai surga dan neraka, hingga ketika
orang-orang sudah berbondong-bondong masuk Islam, maka turunlah ayat mengenai
perkara yang halal dan haram. Kalau seandainya yang pertama kali turun adalah
ayat "dan janganlah kamu meminum arak" niscaya mereka akan berkata:
"Kami tidak akan meninggalkan arak selama-lamanya", dan seandainya
yang pertama kali turun ayat "janganlah kamu berzina", niscaya mereka
akan berkata: "Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya."
Sesungguhnya telah turun di Mekah kepada Nabi saw. --ketika itu aku masih
gadis kecil dan sedang bermain-main-- ayat: "Sebenarya hari kiamat
itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan hari kiamat itu lebih dahsyat
dan lebih pahit." Ketika turun surat al-Baqarah dan an-Nisa' aku juga
berada di samping Nabi saw.'" (Seorang perawi hadits) berkata:
"Lalu Aisyah mengeluarkan mushhaf dan mendiktekan/membacakannya kepada warga
Irak itu." (HR Bukhari)265
Zurarah
menyebutkan bahwa Sa'ad bin Hisyam bin Amir bermaksud ikut berperang di jalan
Allah. Dia pergi ke Madinah dengan maksud menjual tanah pekarangannya yang
ada di kota itu yang uangnya akan digunakan untuk membeli senjata dan kuda,
sehingga dia bisa berjihad melawan bangsa Romawi sampai gugur. Ketika tiba di
Madinah, dia bertemu dengan beberapa orang dari penduduk setempat. Mereka
melarang Sa'ad bin Hisyam melaksanakan keinginannya tersebut dengan alasan
bahwa pada masa hidup Nabi saw. juga ada enam orang sahabat yang mempunysi
keinginan seperti keinginan Sa'ad tersebut, tetapi Nabi saw. melarang mereka,
lalu bersabda: "Bukankah aku suri teladan bagi kalian semua?"
Setelah mereka menceritakan hal tersebut, akhirnya Sa'ad pulang menemui
istrinya. Sedangkan Sa'ad ketika itu sudah menceraikan istrinya. Akhirnya dia
memutuskan untuk rujuk (pulang) kepada istrinya. Setelah itu Sa'ad pergi
menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan mengenai witir Rasulullah saw. Ibnu Abbas
berkata: "Maukah kamu aku tunjukkan seseorang yang paling tahu dari
penghuni bumi ini mengenai witir Rasulullah saw.?" Sa'ad menjawab:
"Siapa?" Ibnu Abbas berkata; "Aisyah. Temuilah dia dan
tanyakanlah masalah itu kepadanya. Kemudian temui aku kembali dan ceritakan
padaku apa jawaban yang diberikan kepadamu!" Akhirnya aku berangkat
menuju rumah Aisyah. Tapi sebelumnya aku pergi menemui Hakim bin Aflah. Aku
memintanya supaya bersedia menemaniku untuk menemui Aisyah. Hakim bin Aflah
berkata: "Aku tidak begitu akrab dengannya, sebab aku pernah melarang
Aisyah untuk tidak ikut berkomentar sedikit pun terhadap kedua kelompok ini.
Tetapi dia tidak menerima saranku dan terus melaksanakan keinginannya."
Sa'ad bin Hisyam berkata: "Aku bersumpah supaya Hakim bin Aflah bersedia
menemaniku." Akhirnya dia mengabulkan permintaanku. Lalu kami berangkat
ke tempat Aisyah. Setelah minta izin dan Aisyah memberi izin, lantas kami
masuk. Aisyah berkata: "Kamu ini Hakim?" (Ternyata Aisyah
mengenalnya) Hakim menjawab: "Ya, benar." Aisyah bertanya:
"Siapa yang bersamamu ini?" Hakim menjawab: "Sa'ad bin Hisyam."
Aisyah bertanya lagi: "Hisyam siapa?" Hakim menjawab:
"Putranya Amir." Setelah Aisyah mendoakan supaya dicurahkan rahmat
atas Hakim dan menerima baik kedatangannya --Hakim berkata: "Dia
meninggal dalam Perang Uhud. Aku bertanya: "Wahai Ummul Mukminin,
ceritakanlah kepadaku mengenai akhlak Rasulullah saw." Aisyah berkata:
"Bukankah kamu sudah biasa membaca Al-Qur'an?" Aku jawab:
"Ya." Aisyah berkata: "Sesungguhnya akhlak Nabi saw. adalah
Al-Qur'an." Sa'ad bin Hisyam berkata: 'Waktu itu aku sudah hendak berdiri
untuk pamitan, dan aku bertekad untuk tidak bertanya lagi kepada siapa pun
tentang apa saja sampai aku meninggal dunia. Namun mendadak aku teringat
sesuatu, lalu aku buru-buru mengajukan pertanyaan: "Tolong terangkan
kepadaku mengenai shalat malamnya Rasulullah saw." Aisyah menjawab:
"Bukankah kamu pernah membaca firman Allah (Wahai orang yang
berselimut)? Aku menjawab: "Benar." Aisyah berkata:
"Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung telah mewajibkan
shalat malam pada awal surat ini. Karena itu, selama satu tahun Nabi saw. dan
para sahabat beliau melakukan shalat malam, dan selama dua belas bulan
penutup/ujung ayat tersebut ditahan oleh Allah di langit, sehingga akhirnya
Allah menurunkan dalam surat ini keringanan. Akhirnya shalat malam menjadi
ibadah sunnah setelah sebelumnya merupakan ibadah wajib." Aku bertanya:
"Wahai Ummul Mukminin, ceritakanlah kepadaku mengenai witirnya
Rasulullah saw." Aisyah berkata: "Aku biasanya menyediakan siwak
(kayu lembut dipergunakan untuk menggosok gigi) dan air wudhu untuk beliau.
Atas kehendak Allah beliau senantiasa bangun di malam hari. Setelah bersiwak
dan berwudhu, beliau lalu melaksanakan shalat sebanyak sembilan rakaat, dan
beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan. Setelah berzikir,
bertahmid, dan berdoa kepada Allah, beliau bangkit dan tidak salam. Kemudian
beliau berdiri, lalu meneruskan rakaat yang kesembilan. Kemudian beliau duduk
seraya berzikir, bertahmid, dan berdoa kepada Allah, kemudian mengucapkan
salam yang kedengaran olehku. Kemudian beliau melakukan shalat dua rakaat
setelah beliau mengucapkan salam. Sementara beliau masih dalam posisi duduk.
Jadi semuanya berjumlah sebelas rakaat, wahai anakku. Namun ketika usia Nabi
saw. sudah beranjak tua dan semakin gemuk, beliau melakukan shalat witir
sebanyak tujuh rakaat saja. Beliau lakukan di dalam dua rakaat itu seperti
yang beliau lakukan pada yang pertama. Jadi jumlah semuanya sembilan rakaat,
wahai anakku. Biasanya Nabi saw., apabila melakukan shalat, suka melakukannya
secara terus-menerus. Apabila beliau tertidur atau sakit sehingga tidak
melakukan shalat malam, maka beliau shalat pada siang harinya sebanyak dua
belas rakaat. Aku tidak pernah tahu Nabi saw. membaca Al-Qur'an seluruhnya
dalam satu malam, dan aku juga tidak pernah tahu Nabi saw. melakukan shalat
semalam suntuk sampai subuh. Beliau juga tidak pernah melakukan puasa sebulan
penuh kecuali pada bulan Ramadhan." Sa'ad bin Hisyam berkata: "Lalu
aku berangkat pulang menemui Ibnu Abbas dan menceritakan kepadanya apa-apa
yang telah diceritakan Aisyah kepadaku." Lalu Ibnu Abbas berkata:
"Aisyah benar. Seandainya aku dekat dengannya atau aku boleh menemuinya,
niscaya aku akan datang sehingga dia bisa menceritakannya secara langsung
kepadaku." Sa'ad bin Hisyam berkata: "Aku berkata kepada Ibnu
Abbas: 'Kalau aku tahu kamu tidak boleh bertemu dengannya, tentu tidak aku
ceritakan kepadamu ceritanya tersebut.'" (HR Muslim)266
Abdurrahman
bin Syamasah berkata: "Aku menemui Aisyah untuk menanyakan sesuatu
kepadanya. Aisyah bertanya kepadaku: 'Siapa kamu ini?' Aku menjawab: 'Aku
adalah orang Mesir., Aisyah bertanya: 'Bagaimana sikap pemimpinmu di negerimu
sana?' Aku jawab: 'Kami tidak melihat darinya sesuatu yang buruk. Apabila ada
seorang di antara kami yang mati unta atau budaknya, maka dia segera memberi
ganti. Bahkan dia tidak segan-segan memberikan bantuan nafkah kepada yang
memerlukan.' Aisyah berkata: 'Aku tidak perduli terhadap apa yang telah
dilakukan kepada saudaraku sendiri, Muhammad bin Abu Bakar. Namun aku ingin
memberitahukan kepadamu sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw.'
Pada suatu hari di rumahku ini beliau pernah bersabda: "Ya Allah,
barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam bidang apa pun, lalu dia
menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Dan barangsiapa yang menjadi
pemimpin umatku ini dalam bidang apa pun, lalu dia berlaku belas kasih kepada
mereka, maka belas kasihilah kepadanya.'" (HR Muslim)267
Masruq
berkata: "Aku menemui Aisyah r.a. dan kebetulan di sampingnya ada Hassan
bin Tsabit yang sedang melantunkan bait-bait syair pujian kepada Aisyah.
Hasan berkata: '(Aisyah) adalah wanita suci dan menjaga kehormatan diri,
berakal sempurna, tidak pernah berbuat sesuatu yang mencurigakan, lapar
(kosong) dari menggunjing wanita-wanita yang lengah (syair itu mengatakan
bahwa Aisyah adalah seorang wanita yang suci dan terhormat. Dia tidak pernah
mempergunjingkan wanita-wanita lain. Sebab bergunjing itu sama artinya dengan
memakan daging orang yang dipergunjingkan. Karena itulah Aisyah dikatakan
lapar, sebab dia tidak pernah memakan daging orang lain).' Aisyah berkata
kepada Hassan: 'Tetapi kamu tidaklah demikian.' Aku lalu menyahut: 'Lalu
mengapa kamu izinkan Hassan menemuimu, sedangkan Allah telah berfirman: (Dan
barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam menyiarkan berita
bohong itu, maka baginya azab yang besar)? Aisyah berkata: 'Adakah siksa yang
lebih berat daripada kebutaan? Sesungguhnya Hassan pernah membela atau
melindungi Rasulullah saw. dengan syairnya.'" (HR Bukhari dan Muslim)268
Ubaidillah
bin Abdillah bin Utbah berkata: "Aku pergi menemui Aisyah, lalu berkata:
'Maukah kamu menceritakan kepadaku mengenai sakitnya Rasulullah saw.?' Dia
berkata: 'Tentu saja. Ketika beliau sudah sakit berat, beliau berkata:
"Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami jawab: "Belum, wahai
Rasulullalm mereka menunggumu." Beliau berkata: "Tuangkanlah air
untukku ke dalam bak itu." Aisyah berkata: "Kami segera
melaksanakan perintah beliau itu, lalu beliau mandi. Setelah itu beliau
bergerak akan bangkit, tetapi kemudian pingsan." Hal itu terulang sampai
tiga kali. Setelah siuman beliau bertanya: "Apakah orang-orang sudah
shalat?" Kami jawab: "Belum, mereka masih menunggumu, wahai
Rasulullah." Sementara itu orang-orang berkumpul di masjid menunggu
Rasulullah saw. untuk shalat isya yang terakhir. Kemudian beliau mengutus
seseorang untuk menemui Abu Bakar agar dia mengimami shalat jamaah.
Sesampainya di tempat Abu Bakar, utusan itu berkata: "Rasulullah saw.
menyuruhmu agar shalat bersama orang-orang." Abu Bakar berkata --beliau
adalah seorang yang lembut: "Wahai Umar, shalatlah bersama
orang-orang." Umar berkata kepada Abu Bakar: "Kamulah yang lebih
berhak untuk itu." Akhirnya Abu Bakar shalat bersama orang-orang
(menjadi imam) selama beberapa hari. Kemudian Rasulullah saw. merasa badannya
sudah agak sehat. Lalu beliau keluar dengan dipapah oleh dua orang, salah
seorangnya Abbas, untuk menunaikan shalat zuhur. Sementara Abu Bakar ketika
itu sedang shalat bersama orang-orang. Ketika dia melihat Rasulullah saw.,
dia bergerak untuk mundur. Maka Nabi saw. memberikan isyarat kepadanya supaya
tidak mundur. Kemudian beliau berkata kepada kedua orang yang memapahnya: "Dudukkan
aku di sampingnya." Lalu mereka mendudukkan Nabi saw. di samping Abu
Bakar.' Ubaidillah berkata: 'Lantas Abu Bakar shalat dengan berimamkan kepada
Nabi saw., sementara orang-orang shalat berimamkan kepada Abu Bakar,
sedangkan Nabi saw. shalat dalam posisi duduk.' Ubaidillah berkata: 'Aku
mendatangi Abdullah bin Abbas, lalu berkata kepadanya: "Maukah kamu aku
ceritakan sesuatu yang telah diceritakan Aisyah kepadaku mengenai sakitnya
Rasulullah saw.?'" Ibnu Abbas berkata: 'Ceritakanlah!' Maka aku ceritakan
kepadanya cerita Aisyah itu. Ibnu Abbas tidak menyangkalnya dan bertanya:
'Apakah Aisyah menyebutkan kepadamu nama laki-laki yang bersama dengan Abbas
itu?' Aku jawab: 'Tidak.' Ibnu Abbas berkata: 'Dia adalah Ali.'" (HR
Bukhari dan Muslim)269
Ubaidillah
bin Umair berkata: "Aisyah mendengar bahwa Abdullah bin Amru
memerintahkan kaum wanita menguraikan rambutnya apabila mereka mandi. Maka
Aisyah berkata: 'Aneh sekali Amru ini. Dia menyuruh kaum wanita supaya
menguraikan rambutnya ketika mandi. Mengapa tidak menyuruh mencukur rambut
mereka saja sekalian? Sungguh aku pernah mandi bersama-sama Rasulullah saw.
dari satu wadah, dan aku tidak menyiram kepalaku lebih dari tiga kali
siraman.'" (HR Muslim)270
Dari Amrah
binti Abdurrahman, dia berkata bahwa Ziyad bin Abi Sufyan menulis sepucuk
surat kepada Aisyah r.a. yang isinya mengatakan bahwa Abdullah bin Abbas
berkata: 'Barangsiapa yang ingin memberikan hadyu dengan seekor binatang
hadyu, maka haram atasnya apa yang diharamkan atas orang yang melakukan haji
sampai dia menyembelih hadyanya.' Aisyah berkata: 'Bukan seperti apa yang
dikatakan oleh Ibnu Abbas. Aku pernah memintal tali-tali kalung binatang
hadyu Rasulullah saw. dengan kedua tanganku ini. Kemudian Rasulullah saw.
mengalungkannya dengan kedua tangan beliau untuk selanjutnya beliau kirim
bersama bapakku. Namun tidak haram atas Rasulullah saw. sesuatu yang telah
dihalalkan Allah sampai binatang hadyu itu disembelih.'" (HR Bukhari dan
Muslim)271
Muhammad
ibnul Muntasyir berkata: "Aku menemui Aisyah r.a. untuk menanyakan
perkataan Ibnu Umar yang isinya: 'Aku tidak suka disemproti minyak wangi
kalau esok pagi aku mau melakukan ihram --menurut riwayat Muslim:
"Seandainya aku dilumuri dengan lumpur akan lebih kusenangi daripada
melakukan hal tersebut."'Aisyah berkata: 'Aku pernah memberi Rasulullah
saw. minyak wangi, kemudian beliau mengunjungi istri-istrinya, lalu pada pagi
harinya beliau berihram.'" (HR Bukhari dan Muslim)272
Mujahid
berkata: "Aku dan Urwah bin Zubair memasuki masjid. Ternyata di dekat
kamar Aisyah r.a. sudah ada Abdullah bin Umar r.a. sedang duduk-duduk,
sementara di masjid ada beberapa orang sedang melakukan shalat dhuha. Mujahid
berkata: 'Lalu kami menanyakan mengenai shalat yang mereka lakukan itu kepada
Abdullah.' Dia menjawab: 'Itu adalah bid'ah.' Kemudian Urwah bin Zubair
bertanya kepadanya: 'Berapa kali Rasulullah saw. melaksanakan umrah?' Dia
menjawab: 'Empat kali. Salah satunya beliau lakukan pada bulan Rajab.'
(Sebenarnya kami merasa kejanggalan atas jawabannya itu) tetapi kami tidak
ingin mengulasnya. Mujahid berkata: 'Waktu itu kami mendengar Aisyah Ummul
Mukminin sedang menggosok gigi di dalam kamarnya.' Lalu Urwah berkata: 'Hai
Ummi, hai Ummul Mukminin, apakah kamu tidak mendengar apa yang dikatakan oleh
Abu Abdurrahman itu?' Aisyah bertanya: 'Apa yang dia katakan?' Urwah berkata:
'Dia bilang bahwa Rasulullah saw. telah melaksanakan umrah sebanyak empat
kali dan salah satunya beliau lakukan pada bulan Rajab.' Aisyah berkata:
'Semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman. Padahal Nabi saw. tidak pernah
umrah kecuali dia menyaksikannya, dan Nabi saw. itu tidak pernah sama sekali
mengerjakan umrah pada bulan Rajab.'" (HR Bukhari dan Muslim)273
Abdullah
bin Ubaidillah bin Abi Malikah berkata: "Anak Utsman bin Affan meninggal
dunia di Mekah. Kami datang melayatnya. Hadir pula antara lain Ibnu Umar dan
Ibnu Abbas. Aku duduk di antara mereka berdua --atau dia berkata: 'Aku duduk
ke dekat salah satu dari keduanya. Kemudian datang yang satu lagi, lalu duduk
di sampingku-'" Lalu Abdullah bin Umar r.a. berkata kepada Amr bin
Utsman: "Tidakkah kamu melarang (orang-orang) menangis?" Sebab
Rasulullah saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya mayit itu bisa disiksa
karena tangisan (ratapan) keluarganya." Ibnu Abbas r.a. berkata:
"Dahulu Umar pernah mengatakan semacam itu." Selanjutnya Ibnu Abbas
berkata: "Setelah Umar meninggal dunia, lalu aku menceritakan masalah
tersebut kepada Aisyah r.a.." Aisyah berkata: "Semoga Allah
memberikan rahmat kepada Umar. Demi Allah, Rasulullah saw. tidak pernah
mengatakan: 'Sesungguhnya Allah akan menyiksa seorang mukmin karena tangisan
keluarga untuknya.' Rasulullah saw. hanya bersabda: 'Sesungguhnya Allah
menambah siksa orang kafir karena ratapan keluarganya.'" Aisyah berkata
pula: "Kiranya cukuplah kalian memegang ayat Al-Qur'an: (Dan orang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain)." Pada saat itu Ibnu Abbas
berkata: "Allah-lah yang membuat (seseorang) tertawa dan menangis."
(HR Bukhari dan Muslim)274
Dari
Aisyah dikatakan bahwa dia berkata: "Apakah kamu tidak merasa kagum
terhadap bapak si fulan (maksudnya Abu Hurairah)? Dia datang, lalu duduk di
sebelah kamarku seraya menceritakan hadits Nabi saw. Sengaja dia
memperdengarkan hal itu kepadaku. Saat itu aku sedang bertasbih. Dia berdiri
meninggalkan tempat itu sebelum aku selesai bertasbih. Seandainya aku sempat
mendapatinya waktu itu, maka akan aku katakan kepadanya berulang-ulang:
'Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak pernah menyampaikan hadits demikian cepatnya
seperti yang kalian lakukan.'" Menurut satu riwayat275: "Nabi saw. biasanya
menyampaikan hadits yang apabila ada yang mau menghitungnya, niscaya dia bisa
menghitungnya." (HR Bukhari dan Muslim)276
Badruddin
az-Zarkasyi menulis satu buku yang dibatasi untuk satu pembahasan saja, yaitu
tanggapan-tanggapan Aisyah terhadap para sahabat. Buku ini beliau beri judul:
Al-Ijabah Li Iradi ma Istadrakathu A'isyah 'ala ash-Shahabah (Jawaban untuk
Mengetengahkan Tanggapan Aisyah terhadap Para Sahabat). Dalam pendahuluan
buku itu, penulisnya berkata: "Buku ini menghimpun berbagai keistimewaan
ash-Shiddiqah (Aisyah r.a.); perbedaan pendapatnya dengan orang lain, baik
berdasarkan pendapatnya sendiri ataupun Sunnah yang jelas; tambahan
pengetahuan yang bermanfaat; sanggahannya terhadap pendapat para ulama pada
zamannya; pendapatnya yang dijadikan referensi oleh orang-orang terkemuka
pada waktu itu; serta fatwa yang dia keluarkan atau ijtihadnya berdasarkan
pendapat yang dia pandang lebih kuat "277
Az-Zarkasyi
mengemukakan tanggapan Aisyah terhadap dua puluh tiga sahabat terkemuka,
seperti Umar ibnul Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Abbas,
mencapai lima puluh sembilan pelurusan. Ustadz Sa'id al-Afghani, peneliti
buku Al-Ijabah, berkata: "Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk
melakukan kajian mengenai Aisyah. Aku seolah-olah berhadapan dengan suatu
mukjizat yang tidak ada cara pun untuk bisa menggambarkannya dengan tulisan.
Yang akan membuat Anda kagum, khususnya, adalah ilmunya yang luas bagaikan
samudera yang dalam dengan ombaknya yang berdebur, luasnya sejauh mata
memandang, dan warnanya beraneka ragam. Apapun bidang yang ingin Anda tekuni,
baik fiqih, hadits, tafsir, ilmu syariat, etika, syair, kisah-kisah, masalah
keturunan, sifat-sifat terpuji, kedokteran, atau sejarah pasti Anda akan
terpesona mendapatkaumya dari sosok wanita yang satu ini. Rasa kagum Anda tidak
akan pernah habis membaca semua kehebatannya itu, padahal umur Aisyah ketika
itu tidak lebih dari delapan belas tahun."278....
Kebebasan
Wanita (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah)
Abdul Halim Abu Syuqqah Penerjemah: Drs. As'ad Yasin Juni 1998 Penerbit Gema Insani Press Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Telp. (021) 7984391-7984392-7988593 Fax. (021) 7984388 |
Selasa, 02 April 2013
Kebebasan Wanita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar