PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI BERDASARKAN TEKS
WAWANCARA DENGAN METODE RESEPTIF
PRODUKTIF PADA SISWA KELAS VII MTs. MUHAMMADIYAH SIRAMPOG
Skripsi
Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai
gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Nama :
Turmiasih
NIM :
2101406006
Prodi :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana
komunikasi paling utama bagi manusia. Melalui bahasa seorang dapat
mengungkapkan segala isi pikiran, perasaan, gagasan, ide, dan pesan, baik dalam
bentuk tertulis maupun lisan. Dalam perannya sebagai sarana komunikasi, maka
bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Demikian dekatnya
tali kehidupan bagi manusia, maka tepat diungkapkan bahwa bahasa dan manusia
seperti dua sisi mata uang.
Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan
aspek penting yang menjadi sasaran pembelajaran, baik di tingkat SD, SMP,SLTA,
maupun Perguruan Tinggi. Dalam fungsinya sebagai sarana komunikasi,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tetulis.
Dengan demikian, sudah sewajarnya jika guru bahasa Indonesia senantiasa
membelajarkan kepada anak didiknya untuk terampil berbahasa, baik lisan maupun
tertulis dengan harapan siswa memiliki kompetensi berbahasa yang baik sebagai
usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah.
|
|
Standar kompetensi menulis dalam pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia kelas VII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah supaya siswa
mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan informasi dalam bentuk narasi
dan pesan singkat.
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai seseorang,
sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut (Tarigan 2008:1).
Keterampilan menulis tidak didapatkan
secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih. Dengan penguasaan
keterampilan menulis diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
perasaan yang dimiliknya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai
jenis tulisan, baik fiksi maupaun nonfiksi.
Keterampilan menulis telah diajarkan diberbagai jenjang pendidikan
dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, pembelajaran
menulis telah lama menjadi masalah dalam
sistem pembelajaran bahasa Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa sampai saat ini masih banyak terjadi sistem
pembelajaran yang kurang sesuai. Kekurangtepatan sistem pembelajaran dapat
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran terutama pembelajaran menulis.
Mengingat pentingnya keterampilan menggunakan bahasa tulis,
khususnya mengarang narasi pada siswa kelas VII, siswa perlu dibina dengan
membiasakan diri mengembangkan keterampilan menulis, khususnya menulis karangan
narasi. Pembinaan dan pelatihan menulis karangan narasi pada siswa kelas VII
menuntut peran guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Guru harus memiliki
teknik, metode atau media yang sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan maksimal..
Karangan narasi menarik untuk dibicarakan pada siswa karena hal yang
disampaikan dalam karangan ini adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa secara kronologis sehingga tampak
seolah-olah pembaca melihat atau melihat peristiwa itu secara langsung (Keraf
1983:135).
Seperti yang diungkapkan Sulkhan,dkk. (dalam Fitri 2008:2)
bahwa, dalam praktik pembelajaran
menulis banyak siswa yang tidak suka. Pembelajaran menulis karangan sering
menimbulkan rasa bosan, terutama bagi siswa yang kurang mampu dan kurang
mendapat latihan di sekolah. Sehingga siswa tidak berminat dalam kegiatan
pembelajaran keterampilan menulis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia MTs. Muhammadiyah Sirampog yang mengajar kelas VII, diketahui bahwa
saat ini kondisi kemampuan menulis karangan narasi siswa belum maksimal.
Diketahui bahwa nilai rata-rata 6,5
dengan nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 5. Selain itu, dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan siswa diperoleh informasi, bahwa siswa masih merasa belum
mampu untuk menyusun dan menggunakan kalimat dengan stuktur yang baik dan
benar. Di samping itu, dalam menulis karangan, siswa merasa puas apabila
karangannya sudah satu halaman penuh,
siswa tidak memperhatikan pilihan kosakata, alur, isi karangan, maupun urutan
dalam kalimat dan keterpaduan paragraf.
Padahal dalam menulis karangan narasi harus memperhatikan unsur-unsur
yang membangun karangan tersebut agar hasil yang ditulis baik. Menurut Keraf (1983:147)
struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya, yaitu:
alur (plot), perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang.
Alur merupakan kerangka dasar yang paling penting dalam kisah. Alur
mengatur bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam
tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang
terlibat dalam tindakan itu yang terkait dalam satu kesatuan waktu.. Oleh
karena itu, baik tidaknya penggarapan sebuah plot dapat dinilai dari beberapa
hal berikut: apakah tiap insiden sudah cukup terbayang dan dimatangkan dalam
insiden sebelumnya, atau apakah insiden terjadi secara kebetulan. Untuk
menggarap plot sebaik itu, dalam pembelajaran dibutuhkan adanya suatu hal yang
dapat mengarahkan atau mendorong timbulnya daya khayal yang baik. Salah satu hal yang dapat memunculkan daya
bayang itu adalah dengan membaca. Teks wawancara memiliki berbagai informasi
dan arahan alur suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dorongan
untuk memunculkan daya bayang itu, sehingga dengan membaca teks wawancara dapat
memunculkan daya bayang tehadap penggarapan plot tersebut.
Selain plot dalam karangan narasi komponen
karangan narasi yaitu perbuatan. Dalam narasi, tiap tindakan harus diungkapkan
secara terperinci dalam komponen-komponennya, sehingga pembaca merasa
seolah-olah mereka sendiri yang menyaksikan itu. Setiap tindakan itu harus
dijalin satu sama lain dalam suatu hubungan yang logis. Dengan demikian,
rangkaian tindakan tersebut dapat
dilihat sebagai rangkaian adegan-adegan ataupun sebagai suatu kesatuan. Untuk
merangkai tindakan-tindakan tersebut dibutuhkan adanya suatu kemampuan dasar
berupa kepahaman terhadap penulisan yang berkaitan dengan keterpaduan kata,
kalimat dan paragraf. Pada siswa kelas VII memerlukan adanya stimulan untuk menimbulkan
adanya kemampuan dalam memadukan suatu tindakan. Salah satunya yaitu dengan
menggunakan teks wawancara. Dalam teks wawancara terdapat informasi mengenai
perbuatan atau peristiwa yang dialami oleh seseorang atau kelompok. Dengan
membaca teks wawancara akan memudahkan bagi siswa dalam merangkaikan suatu
peristiwa yang terjadi karena sudah ada gambaran dan informasi yang dibutuhkan,
begitu pula dengan tokoh dan tempat terjadinya peristiwa.
Dengan adanya informasi dalam teks
wawancara mengenai peristiwa, tokoh, latar, dan alurnya maka akan memudahkan
bagi siswa untuk menentukan sudut pandang yaitu dari manakah siswa akan
memandang kejadian tersebut dan dituangkannya dalam bentuk karangan narasi.
Dengan demikian, pembelajaran menulis
karangan narasi akan lebih mudah diterima oleh siswa sehingga kendala-kendala
yang dihadapi oleh guru dapat teratasi.
Strategi pembelajaran yang selama
ini digunakan oleh guru dalam pembelajaran menulis karangan narasi di kelas
adalah menggunakan teknik ceramah dan penugasan, artinya saat pembelajaran menulis
karangan narasi berlangsung, guru menjelaskan pengertian mengenai karangan
narasi dan langsung memberikan tugas kepada siswa untuk menyusun karangan
dengan judul tertentu dan dalam jumlah halaman tertentu. Hal ini menyebabkan pada saat menulis karangan narasi, siswa tidak
begitu memperhatikan pengunaan ejaan, kesesuaian judul dengan isi, pengembangan
topik, keterpaduan antarkalimat, keterpaduan antarparagraf, serta penggunaan
tanda baca yang tepat.
Semua permasalahan tersebut akhirnya menjadi fenomena dalam
pembelajaran menulis karangan narasi yang membutuhkan suatu penyelesaian. Oleh
karena itu, keterampilan menulis karangan narasi harus dilatih dengan
sungguh-sungguh agar tujuan pembelajaran menulis dapat tercapai secara optimal.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran itu dibutuhkan sistem pembelajaran yang
benar-benar bisa mengakumulasi semua permasalahan itu dan sekaligus menemukan
solusi yang menyeluruh dan mengakar pada permasalahan yang ada khususnya
menulis karangan narasi. Salah satu sistem pembelajaran yang memudahkan siswa
dalam menulis karangan narasi yaitu dengan membaca teks wawancara selanjutnya
digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk mempermudah siswa dalam menulis
karangan narasi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis melakukan
penelitian tindakan kelas yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Menulis
Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wawancara dengan Metode Reseptif Produktif pada Siswa Kelas VII Mts. Muhammadiyah Sirampog ”
1.2 Identifikasi Masalah
Selama pembelajaran menulis karangan
narasi, banyak dijumpai masalah yang dihadapi oleh para guru maupun siswa,
sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Masalah-masalah ini disebabkan oleh kekurangtepatan pemilihan strategi pembelajaran
ataupun metode yang digunakan guru. Metode apapun sebenarnya baik, karena
memiliki dasar yang kuat, akan tetapi sebaik-baiknya metode memiliki kelemahan
disamping kelebihannya. Baik tidaknya metode yang digunakan sangat tergantung
pada faktor guru dalam menerapkannya.
Faktor guru yang menyebabkan siswa kurang terampil menulis karangan
narasi adalah teknik mengajar yang kurang kreatif dalam mengembangkan potensi
diri para siswa dan tidak menggunakan media yang tersedia. Teknik yang selama
ini sering digunakan adalah teknik ceramah dan penugasan. Teknik ini memiliki
kelemahan karena siswa lebih berperan sebagai objek didik, bukan sebagai subjek
didik yang aktif. Guru lebih baik menggunakan teknik diskusi karena dapat
memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran.
Padahal dalam menulis karangan narasi siswa menuangkan ide pikirannya sendiri
bukan kelompok..
Selain
faktor guru, siswa juga menentukan keberhasilan dalam pembelajaran
menulis. Faktor dari siswa diantaranya
(1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran menulis, (2) siswa sulit menentukan tema karangan, (3)
siswa bingung untuk memulai menulis, dan (4) siswa sulit untuk mengembangkan gagasan.
Masalah yang muncul pada diri siswa ini dapat diatasi dengan
pembelajaran yang disajikan dalam bentuk yang lebih menarik antara lain dengan
menggunakan media serta metode yang tepat yaitu pengunaan teks wawancara
melalui metode reseptif produktif
agar siswa lebih mudah dalam menentukan tema, mudah memulai tulisan, dan jelas
alur yang digunakan dalam menulis karangan.
Faktor dari siswa yang pertama adalah siswa kurang berminat pada
pembelajaran menulis. Kurangnya minat siswa karena mereka tidak mengetahui
pentingnya keterampialn menulis sebagai bagian dari empat keterampilan
berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan
berbicara, dan keterampilan menulis. Guru harus memberikan pengertian bahwa
keterampilan menulis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa seseorang.
Keterampilan menulis bukan bawaan sejak lahir, tetapi keterampilan yang dapat
dipelajari dan dikembangkan. Kurang minatnya siswa juga karena menganggap bahwa
menulis narasi itu sulit, padahal dengan membaca teks wawancara dapat
mempermudah siswa dalam menulis karangan
narasi.
Faktor dari siswa yang kedua adalah siswa sulit menemukan tema
karangan yang disebabkan karena siswa jarang membaca. Siswa dapat memulai
menulis dengan tema-tema yang sederhana. Tema yang sederhana digunakan sebagai latihan sebelum menulis dengan
tema yang lebih kompleks. Dengan membaca teks wawancara siswa akan lebih mudah
untuk menemukan tema.
Faktor ketiga adalah siswa bingung untuk
memulai menulis. Biasanya siswa merasa bingung ketika mengawali sebuah karangan,
sehingga judul yang dipilihnya pun kadang tidak sesuai dengan isi karangan itu
sendiri. Jadi hasilnya pun menyimpang dari dari tema yang ditetapkan oleh guru.
Untuk menyusun sebuah karangan narasi, siswa harus mampu menguasai kosakata dan
kaidah bahasa serta mampu mengembangkan tema yang akan ditulis. Siswa
seharusnya memulai dengan menata dan memetakan gagasan lebih dahulu sebelum
menulis. Setelah membuat peta gagasan, kegiatan menulis akan lebih mudah
apabila ada stimulannya. Teks wawancara dapat dijadikan sebagai stimulan yang
tepat bagi siswa agar dapat memulai menulis. Dalam teks wawancara terdapat
berbagai informasi yang dapat digunakan siswa dalam memulai menulis. Selain itu dorongan dan motivasi dari guru
juga sangat dibutuhkan.
Faktor terakhir yang menyebabkan rendahnya
keterampilan menulis karangan narasi adalah siswa sulit untuk mengembangkan
gagasan meliputi rangkaian alur yang kurang baik, isi yang monoton, dan penokohan
yang kurang jelas. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat
memberikan penjelasan untuk menulis dari hal yang umum ke hal yang khusus
(deduktif) atau dari hal yang khusus ke hal-hal yang umum (induktif). Membaca
teks wawanacara dapat mempermudah siswa dalam mengembangkan gagasan karena
dalam teks wawancara informasi yang dibutuhkan ada, sehingga daya khayal siswa
akan lebih baik.
Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut di
atas, maka perlu dicari solusi adanya model dan media yang tepat agar dapat
digunakan dalam pembelajaran menulis terutama menulis karangan narasi yaitu
melalui pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan
metode reseptif produktif .
1.3 Pembatasan Masalah
Dari berbagai masalah yang timbul seperti yang
telah diuraikan pada identifikasi masalah kiranya tidak semua masalah dapat
dibahas dalam penelitian ini. Jika
dijabarkan, maka banyak permasalahan yang harusdipecahkan berkaitan dengan
pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi di sekolah, serta membutuhkan
waktu, tenaga, biaya dan pemikiran yang cukup banyak. Mengingat terbatasnya
waktu, tenaga, dan biaya, serta alasan agar pembahasan dan analisis lebih
mendalam. Dalam skripsi ini peneliti
hanya akan membahas keterampilan menulis karangan narasi berdasarkan teks
wawancara dengan teknik reseptif
produktif pada siswa kelasVII Mts.Muhammadiyah Sirampog.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah :
1)
bagaimanakah
peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII MTs.
Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarakan
teks wawanacara dengan menggunakan metode reseptif
produktif?
2)
bagaimanakah
perubahan tingkah laku siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah
Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan
metode reseptif produktif?.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1)
mendeskripsikan peningkatan
keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog
setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks
wawancara dengan menggunakan metode reseptif
produktif
2) mendeskripsikan perubahan tingkah laku
siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran
menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan metode reseptif produktif
3)
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1
Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis ini diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan
tentang teori pembelajaran keterampilan berbahasa khususnya keterampilan
menulis dalam pembelajaran di lembaga pendidikan tingkat SMP.
1.6.2
Manfaat Praktis
Hasil penelitian kelas ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi guru,
siswa, maupun peneliti.
1)
Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada guru
untuk menggunakan media teks wawancara melalui metode reseptif produktif dalam peningkatan pembelajaran keterampilan menulis
karangan narasi pada siswa dan dapat menambah pengetahuan baru bagi guru bahasa
Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan tentang keterampilan menulis
narasi.
2)
Manfaat Bagi Siswa
Dengan penelitian ini diharapakan siswa lebih mudah dan cepat
mengungkapkan ide atau gagasannya dalam menulis karangan narasi dengan
menggunakan teks wawancara melalui metode reseptif
produktif sebagai acuannya. Selain itu, dapat meningkatkan keterampilan
menulis narasi siswa.
3)
Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah dapat memperkaya wawasan mengenai
penggunaan teks wawancara melalui metode
reseptif produktif dalam pembelajaran
narasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar