Selasa, 02 April 2013

ENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI BERDASARKAN TEKS WAWANCARA DENGAN METODE RESEPTIF PRODUKTIF PADA SISWA KELAS VII MTs. MUHAMMADIYAH SIRAMPOG





 







PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI BERDASARKAN TEKS WAWANCARA DENGAN METODE RESEPTIF PRODUKTIF PADA SISWA KELAS VII MTs. MUHAMMADIYAH SIRAMPOG

Skripsi

Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Nama               : Turmiasih
NIM                : 2101406006
Prodi               : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan            : Bahasa dan Sastra Indonesia





FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009


 
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
       Bahasa merupakan sarana komunikasi paling utama bagi manusia. Melalui bahasa seorang dapat mengungkapkan segala isi pikiran, perasaan, gagasan, ide, dan pesan, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan. Dalam perannya sebagai sarana komunikasi, maka bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Demikian dekatnya tali kehidupan bagi manusia, maka tepat diungkapkan bahwa bahasa dan manusia seperti dua sisi mata uang.
Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan aspek penting yang menjadi sasaran pembelajaran, baik di tingkat SD, SMP,SLTA, maupun Perguruan Tinggi. Dalam fungsinya sebagai sarana komunikasi, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tetulis. Dengan demikian, sudah sewajarnya jika guru bahasa Indonesia senantiasa membelajarkan kepada anak didiknya untuk terampil berbahasa, baik lisan maupun tertulis dengan harapan siswa memiliki kompetensi berbahasa yang baik sebagai usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah.
1
 
1
 
Terdapat empat keterampilan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan 1997:35). Keempat keterampilan itu memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Proses pembelajaran pertama dalam keterampilan berbahasa yang dialami oleh anak adalah mendengarkan. Setelah proses mendengarkan, anak melanjutkan dengan proses berbicara. Anak mengalami proses pembelajaran membaca dan menulis ketika mulai duduk di bangku sekolah. Menulis menempati urutan yang paling akhir dalam proses belajar.
Standar kompetensi menulis dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  (KTSP) adalah supaya siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat.
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut (Tarigan 2008:1).
Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih. Dengan penguasaan keterampilan menulis diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang dimiliknya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupaun nonfiksi.
Keterampilan menulis telah diajarkan diberbagai jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, pembelajaran menulis telah lama menjadi masalah  dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sampai saat ini masih banyak terjadi sistem pembelajaran yang kurang sesuai. Kekurangtepatan sistem pembelajaran dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran  terutama pembelajaran menulis.
Mengingat pentingnya keterampilan menggunakan bahasa tulis, khususnya mengarang narasi pada siswa kelas VII, siswa perlu dibina dengan membiasakan diri mengembangkan keterampilan menulis, khususnya menulis karangan narasi. Pembinaan dan pelatihan menulis karangan narasi pada siswa kelas VII menuntut peran guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Guru harus memiliki teknik, metode atau media yang sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal..
Karangan narasi menarik untuk dibicarakan pada siswa karena hal yang disampaikan dalam karangan ini adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa secara kronologis sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau melihat peristiwa itu secara langsung (Keraf 1983:135).
Seperti yang diungkapkan Sulkhan,dkk. (dalam Fitri 2008:2) bahwa,  dalam praktik pembelajaran menulis banyak siswa yang tidak suka. Pembelajaran menulis karangan sering menimbulkan rasa bosan, terutama bagi siswa yang kurang mampu dan kurang mendapat latihan di sekolah. Sehingga siswa tidak berminat dalam kegiatan pembelajaran keterampilan menulis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia MTs. Muhammadiyah Sirampog yang mengajar kelas VII, diketahui bahwa saat ini kondisi kemampuan menulis karangan narasi siswa belum maksimal. Diketahui bahwa nilai rata-rata  6,5 dengan nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 5. Selain itu, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa diperoleh informasi, bahwa siswa masih merasa belum mampu untuk menyusun dan menggunakan kalimat dengan stuktur yang baik dan benar. Di samping itu, dalam menulis karangan, siswa merasa puas apabila karangannya sudah satu halaman  penuh, siswa tidak memperhatikan pilihan kosakata, alur, isi karangan, maupun urutan dalam kalimat dan keterpaduan paragraf.
Padahal dalam menulis karangan narasi harus memperhatikan unsur-unsur yang membangun karangan tersebut agar hasil yang ditulis baik. Menurut Keraf (1983:147) struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya, yaitu: alur (plot), perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang.
Alur merupakan kerangka dasar yang paling penting dalam kisah. Alur mengatur bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan itu yang terkait dalam satu kesatuan waktu.. Oleh karena itu, baik tidaknya penggarapan sebuah plot dapat dinilai dari beberapa hal berikut: apakah tiap insiden sudah cukup terbayang dan dimatangkan dalam insiden sebelumnya, atau apakah insiden terjadi secara kebetulan. Untuk menggarap plot sebaik itu, dalam pembelajaran dibutuhkan adanya suatu hal yang dapat mengarahkan atau mendorong timbulnya daya khayal yang baik. Salah satu hal yang dapat memunculkan daya bayang itu adalah dengan membaca. Teks wawancara memiliki berbagai informasi dan arahan alur suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dorongan untuk memunculkan daya bayang itu, sehingga dengan membaca teks wawancara dapat memunculkan daya bayang tehadap penggarapan plot tersebut.   
Selain plot dalam karangan narasi komponen karangan narasi yaitu perbuatan. Dalam narasi, tiap tindakan harus diungkapkan secara terperinci dalam komponen-komponennya, sehingga pembaca merasa seolah-olah mereka sendiri yang menyaksikan itu. Setiap tindakan itu harus dijalin satu sama lain dalam suatu hubungan yang logis. Dengan demikian, rangkaian tindakan tersebut  dapat dilihat sebagai rangkaian adegan-adegan ataupun sebagai suatu kesatuan. Untuk merangkai tindakan-tindakan tersebut dibutuhkan adanya suatu kemampuan dasar berupa kepahaman terhadap penulisan yang berkaitan dengan keterpaduan kata, kalimat dan paragraf. Pada siswa kelas VII memerlukan adanya stimulan untuk menimbulkan adanya kemampuan dalam memadukan suatu tindakan. Salah satunya yaitu dengan menggunakan teks wawancara. Dalam teks wawancara terdapat informasi mengenai perbuatan atau peristiwa yang dialami oleh seseorang atau kelompok. Dengan membaca teks wawancara akan memudahkan bagi siswa dalam merangkaikan suatu peristiwa yang terjadi karena sudah ada gambaran dan informasi yang dibutuhkan, begitu pula dengan tokoh dan tempat terjadinya peristiwa.
Dengan adanya informasi dalam teks wawancara mengenai peristiwa, tokoh, latar, dan alurnya maka akan memudahkan bagi siswa untuk menentukan sudut pandang yaitu dari manakah siswa akan memandang kejadian tersebut dan dituangkannya dalam bentuk karangan narasi.
Dengan demikian, pembelajaran menulis karangan narasi akan lebih mudah diterima oleh siswa sehingga kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dapat teratasi.
       Strategi pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru dalam pembelajaran menulis karangan narasi di kelas adalah menggunakan teknik ceramah dan penugasan, artinya saat pembelajaran menulis karangan narasi berlangsung, guru menjelaskan pengertian mengenai karangan narasi dan langsung memberikan tugas kepada siswa untuk menyusun karangan dengan judul tertentu dan dalam jumlah halaman tertentu. Hal ini menyebabkan pada saat menulis karangan narasi, siswa tidak begitu memperhatikan pengunaan ejaan, kesesuaian judul dengan isi, pengembangan topik, keterpaduan antarkalimat, keterpaduan antarparagraf, serta penggunaan tanda baca yang tepat.
Semua permasalahan tersebut akhirnya menjadi fenomena dalam pembelajaran menulis karangan narasi yang membutuhkan suatu penyelesaian. Oleh karena itu, keterampilan menulis karangan narasi harus dilatih dengan sungguh-sungguh agar tujuan pembelajaran menulis dapat tercapai secara optimal. Untuk mencapai tujuan pembelajaran itu dibutuhkan sistem pembelajaran yang benar-benar bisa mengakumulasi semua permasalahan itu dan sekaligus menemukan solusi yang menyeluruh dan mengakar pada permasalahan yang ada khususnya menulis karangan narasi. Salah satu sistem pembelajaran yang memudahkan siswa dalam menulis karangan narasi yaitu dengan membaca teks wawancara selanjutnya digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk mempermudah siswa dalam menulis karangan narasi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wawancara dengan Metode Reseptif Produktif pada Siswa Kelas VII  Mts. Muhammadiyah Sirampog ”
1.2  Identifikasi Masalah
       Selama pembelajaran menulis karangan narasi, banyak dijumpai masalah yang dihadapi oleh para guru maupun siswa, sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Masalah-masalah ini disebabkan oleh kekurangtepatan pemilihan strategi pembelajaran ataupun metode yang digunakan guru. Metode apapun sebenarnya baik, karena memiliki dasar yang kuat, akan tetapi sebaik-baiknya metode memiliki kelemahan disamping kelebihannya. Baik tidaknya metode yang digunakan sangat tergantung pada faktor guru dalam menerapkannya.
Faktor guru yang menyebabkan siswa kurang terampil menulis karangan narasi adalah teknik mengajar yang kurang kreatif dalam mengembangkan potensi diri para siswa dan tidak menggunakan media yang tersedia. Teknik yang selama ini sering digunakan adalah teknik ceramah dan penugasan. Teknik ini memiliki kelemahan karena siswa lebih berperan sebagai objek didik, bukan sebagai subjek didik yang aktif. Guru lebih baik menggunakan teknik diskusi karena dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran. Padahal dalam menulis karangan narasi siswa menuangkan ide pikirannya sendiri bukan kelompok..
       Selain  faktor guru, siswa juga menentukan keberhasilan dalam pembelajaran menulis. Faktor  dari siswa diantaranya (1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran menulis, (2)  siswa sulit menentukan tema karangan, (3) siswa bingung untuk memulai menulis, dan  (4) siswa sulit untuk mengembangkan gagasan.
Masalah yang muncul pada diri siswa ini dapat diatasi dengan pembelajaran yang disajikan dalam bentuk yang lebih menarik antara lain dengan menggunakan media serta metode yang tepat yaitu pengunaan teks wawancara melalui metode reseptif produktif agar siswa lebih mudah dalam menentukan tema, mudah memulai tulisan, dan jelas alur yang digunakan dalam menulis karangan.
Faktor dari siswa yang pertama adalah siswa kurang berminat pada pembelajaran menulis. Kurangnya minat siswa karena mereka tidak mengetahui pentingnya keterampialn menulis sebagai bagian dari empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Guru harus memberikan pengertian bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa seseorang. Keterampilan menulis bukan bawaan sejak lahir, tetapi keterampilan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Kurang minatnya siswa juga karena menganggap bahwa menulis narasi itu sulit, padahal dengan membaca teks wawancara dapat mempermudah  siswa dalam menulis karangan narasi.
Faktor dari siswa yang kedua adalah siswa sulit menemukan tema karangan yang disebabkan karena siswa jarang membaca. Siswa dapat memulai menulis dengan tema-tema yang sederhana. Tema yang sederhana  digunakan sebagai latihan sebelum menulis dengan tema yang lebih kompleks. Dengan membaca teks wawancara siswa akan lebih mudah untuk menemukan tema.
       Faktor ketiga adalah siswa bingung untuk memulai menulis. Biasanya siswa merasa bingung ketika mengawali sebuah karangan, sehingga judul yang dipilihnya pun kadang tidak sesuai dengan isi karangan itu sendiri. Jadi hasilnya pun menyimpang dari dari tema yang ditetapkan oleh guru. Untuk menyusun sebuah karangan narasi, siswa harus mampu menguasai kosakata dan kaidah bahasa serta mampu mengembangkan tema yang akan ditulis. Siswa seharusnya memulai dengan menata dan memetakan gagasan lebih dahulu sebelum menulis. Setelah membuat peta gagasan, kegiatan menulis akan lebih mudah apabila ada stimulannya. Teks wawancara dapat dijadikan sebagai stimulan yang tepat bagi siswa agar dapat memulai menulis. Dalam teks wawancara terdapat berbagai informasi yang dapat digunakan siswa dalam memulai menulis. Selain itu dorongan dan motivasi dari guru juga sangat dibutuhkan.
Faktor terakhir yang menyebabkan rendahnya keterampilan menulis karangan narasi adalah siswa sulit untuk mengembangkan gagasan meliputi rangkaian alur yang kurang baik, isi yang monoton, dan penokohan yang kurang jelas. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat memberikan penjelasan untuk menulis dari hal yang umum ke hal yang khusus (deduktif) atau dari hal yang khusus ke hal-hal yang umum (induktif). Membaca teks wawanacara dapat mempermudah siswa dalam mengembangkan gagasan karena dalam teks wawancara informasi yang dibutuhkan ada, sehingga daya khayal siswa akan lebih baik.
Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, maka perlu dicari solusi adanya model dan media yang tepat agar dapat digunakan dalam pembelajaran menulis terutama menulis karangan narasi yaitu melalui pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan metode reseptif produktif .

1.3  Pembatasan Masalah
Dari berbagai masalah yang timbul seperti yang telah diuraikan pada identifikasi masalah kiranya tidak semua masalah dapat dibahas dalam penelitian ini. Jika dijabarkan, maka banyak permasalahan yang harusdipecahkan berkaitan dengan pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi di sekolah, serta membutuhkan waktu, tenaga, biaya dan pemikiran yang cukup banyak. Mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya, serta alasan agar pembahasan dan analisis lebih mendalam. Dalam skripsi ini peneliti hanya akan membahas keterampilan menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan teknik reseptif produktif pada siswa kelasVII Mts.Muhammadiyah Sirampog.

1.4  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :
1)      bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarakan teks wawanacara dengan menggunakan metode reseptif produktif?
2)      bagaimanakah perubahan tingkah laku siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi  berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan metode reseptif produktif?.

1.5  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1)      mendeskripsikan peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan metode reseptif produktif
2)      mendeskripsikan perubahan tingkah laku siswa kelas VII MTs. Muhammadiyah Sirampog setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan narasi berdasarkan teks wawancara dengan menggunakan metode reseptif produktif
3)       
1.6  Manfaat Penelitian
1.6.1        Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis ini diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan tentang teori pembelajaran keterampilan berbahasa khususnya keterampilan menulis dalam pembelajaran di lembaga pendidikan tingkat SMP.
1.6.2        Manfaat Praktis
Hasil penelitian kelas ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, maupun peneliti.
1)      Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada guru untuk menggunakan media teks wawancara melalui metode reseptif produktif dalam peningkatan pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi pada siswa dan dapat menambah pengetahuan baru bagi guru bahasa Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan tentang keterampilan menulis narasi.
2)      Manfaat Bagi Siswa
Dengan penelitian ini diharapakan siswa lebih mudah dan cepat mengungkapkan ide atau gagasannya dalam menulis karangan narasi dengan menggunakan teks wawancara melalui metode reseptif produktif sebagai acuannya. Selain itu, dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa.

3)      Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah dapat memperkaya wawasan mengenai penggunaan  teks wawancara melalui metode reseptif produktif dalam pembelajaran narasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar